Akulah Si Sophis!

Minggu, 24 April 2011

Belanja 10 Jam!

Pagi, Tanjong Pagar!

Petualangan hari kedua di Singapura segera dimulai. Matahari ramah sekali. Seakan tahu kami siap menghabiskan semua yang kami punya untuk berbelanja.

Little India menjadi sasaran awal kami. Sebenarnya, ada tujuan khusus di daerah kekuasaan jarjit(sebutan untuk orang India buat saya). Sebuah titipan teman saya, Bom-bom yang amat sangat merindukan DVD Smack Down!

Gleek, teman-teman saya langsung mengerutkan keningnya. Hehehe, agak enggak penting, yah? Yah, namanya titipan!



Saya cari DVD itu sampai pusing berputar-putar dan memotret jejeran DVD Smackdown. Ups, akhirnya, dapat juga setelah hampir 2 jam.

Eh, teman-teman saya menghilang! Ahaha, pasti mereka sudah bosan menunggu. Benar, Sekar yang baru saja sembuh dari sakit langsung duduk bersama Anggi di Cafe Mustafa menikmati sarapan.

Sementara itu, Shanti masih betah di dalam rupanya. Ia mencari perlengkapan make-up. Selesai sudah misi hari itu di Mustafa centre, Little India. Kami beranjak menuju Orchard.

Sekar pun sembuh melihat Orchard!

Setiap orang yang datang ke Singapura tentu tidak akan melewatkan lokasi yang dianggap sebagai surga belanja dunia.

Buat mereka (wisatawan mancanegara) mungkin begitu, buat saya tidak juga! Karena tak jauh beda dengan pergi ke Mal seperti halnya di Jakarta.

Beda lagi buat Sekar. Orchar, inilah tempat untuk menyembuhkan sakit kepala dan tenggorokan yang baru saja didera sebelum ke Singapura, hehehe. Piss, yo, Mba Kar!

Wuiiih, saya takjub melihat Sekar! Dia langsung gesit mencari tempat-tempat yang sudah menjadi incarannya. Diikuti dengan Shanti terus melenggang memasuki Ion Orchard.

Sementara saya dan Anggi, masih mikir dan melihat-lihat sekeliling. Mencari-cari apa yang bisa dibeli buat oleh-oleh.

Nah, akhirnya saya menjumpai toko yang bernama Rubi! Kalau di Jakarta, toko ini sama dengan The Little Things She Needs. Desain dan barang benar-benar mirip.

Beruntung sekali hari itu ada diskon besar-besaran. Saya dan Anggi memutuskan untuk membeli sepatu seharga 3 sing=50 ribu rupiah saja.

Setelah puas mengubek-ubek, kami menuju Sefora, tempat penjualan kosmetik rekomendasinya Mba Kar.

Tempat ini mengingatkan saya seperti Sogo namun yang dijual kebanyakan kosmetik, produk dari ujung kaki sampai rambut semua ada. Soal harga? Hmm, yah, relatif, ada yang murah ada yang mahal.

Yang membuat Sefora menarik perhatian saya adalah desainnya yang moderen dicampur gaya klassik. Benar-benar mengundang mata tertarik untuk mencicipi produknya. Ya, ya, mereka memang pandai mengemas produknya.

Hari itu masih siang, tapi kami sudah merasa pegal-pegal. Apalagi saya, kaki terasa kaku. Kami pun beranjak keluar dari Ion dan membeli es krim keluaran Walls yang dibuat dalam bentuk roti.

Sambil duduk-duduk di bawah pohon, kami memperhatikan kegiatan orang-orang yang berlalu lalang. Ramai!!! Karena hari itu hari Minggu. Lagi, lagi, mulut ini tak bisa direm. Hehehe, banyak orang memadu kasih.



Di Singapura, sepertinya memang sudah biasa menjalin cinta dengan orang-orang asing. Banyak orang melayu dengan jarjit, lalu Cina dengan bule dan perpaduan lainnya.

Iseng-iseng, kami memperhatikan sepasang kekasih yang kelihatannya si Jarjit dan orang Melayu.

Aduhai, masih siang tapi gerakan tangan cowok ini begitu lincah. Peluk sana, peluk sini sampai mendarat di bagian depan kekasihnya. Hahaha, kami tertawa terpingkal-pingkal sambil berseru, "Eaaaa, eaaaaaa."

Setelah lelah tertawa, perjalanan dilanjutkan mencari titipan Buku Bola dari orang kantor Sekar.

Saya dan Anggi selalu tertinggal jauh saat Sekar dan Shanti melangkah sepanjang Orchard. Gileee, kaki kami serasa mau patah. Tapi, kami kagum dan heran melihat dua anak ini yang masih semangat milenium!

Bahkan, rasanya, Sekar sudah sembuh begitu tiba di Orchard! Hahaha...Kebayang tadi, mukanya pucat di Mustafa Centre. Rupanya obat mujarab adalah Orchard. Hihihi...



Oiya, tugas saya di Orchard masih tersisa satu. Saya mencari, lagi-lagi titipan sebuah krim pijet Paint Muscle Cream! Dari hari pertama saya keliling toko obat, Watson, sampai Century enggak nemu. Wah, ternyata, ada di Guardian.

Hehehe, sempat kepikiran untuk mencoba krim ini di apartemen biar kaki pegal kami terobati.

Siaaal, ternyata krimnya disegel. Hahaha, ya sudah, akhirnya, saya beli saja cairan Yoko-yoko yang biasa dibeli bokap kalau ke Singapura. Lumayan, loh, buat pegal-pegal.

Eh, selain krim titipan punya saya, ada yang lebih ajaib lagi, nih, titipan Shanti, krim oil dari Egypt. Entah seperti apa itu bentuknya. Di semua toko obat tidak ada yang menjualnya!!! Ajaib-ajaib memang titipan kita.

Bugis Street

Wah, akhirnya kami pergi menuju tempat yang paling diinginkan Anggi, Bugis Street. Nah, di sini saya juga memanfaatkan untuk membeli tempelan kulkas titipan ibu.



Enggak beda jauh dengan Orchard, tempat ini pun dipenuhi orang-orang yang melampiaskan keinginannya untuk berbelanja.

Yang berbeda dengan Orchard, Bugis Street seperti Blok M. Barang-barang yang dijual terbilang murah dan bisa ditawar. Hmm, tapi model pun hampir sama dengan kelas ITC di Jakarta.

Sedikit tips berbelanja di Bugis, jangan ragu untuk berkeliling terlebih dahulu. Semakin ke dalam, semakin murah harganya.



Saya pun membeli suvenir korek api 3 buah dengan harga 7 sing. Padahal, di bagian depan dekat pintu masuk, harga korek api satu buah 3 sing. Beruntung, bukan?

Queen's Town, Here We Go!

Memang, kami berempat punya tempat tujuan masing-masing yang wajib dikunjungi. Untungnya kami punya rasa toleransi yang tinggi, hehehe jadi keempat keinginan kami pun terpenuhi.

Nah, sekarang adalah tempat tujuan yang didam-idamkan Shanti, IKEA! Tempat ini seperti Index Furniture atau ACE Hardware.

Apa yang dicari Shanti, yah? Ahahaha, lagi-lagi titipan saudaranya, handuk!



Kami memang selalu punya titipan yang ajaib-ajaib. Mulai dari DVD Smackdown, buku bola, krim Egypt sampai handuk.

Perjalanan hari itu benar-benar full time. Kira-kira jam 10 malam kami sampai di Apartemen.

Hehehe, rencana hangout malam pun tinggal impian. Lelah dan kaku kedua kami hingga tak sanggup melanjutkan ke Ice Bar yang ada di Selangor.

Yang ada, kami berbalut koyo di sekujur tubuh plus olesan cairan pengurang pegal yang sudah saya beli, Yoko-yoko.



Aha, lumayan membantu sedikit. Kami sibuk menggunting koyo agar semuanya kebagian sama rata.

Tak kuasa menahan letih, kami pun menutup mata. Tak sabar menunggu hari esok ke Universal Studio.

Sabtu, 23 April 2011

Hello Singapore!

Lama tidak menulis blog, kangen dan rindu layaknya merindukan kekasih. Hehehe...

Banyak sekali tulisan yang mau saya tuangkan. Cerita tentang liburan bersama Genk Galau, keluarga dan masih banyak lagi.

Tapi, kali ini, saya akan mulai dengan berbagi cerita liburan di Singapore, 2-5 April 2011. It was awesome!

Sudah dari setahun yang lalu, saya berangan-angan ke Universal Studio Singapore. Akhirnya, kesempatan itu datang juga!

Tentunya berbekal tiket murah dari Tiger Airways dan Air Asia. Plus, bujuk rayuan dari setan-setan kecil yang tak lain adalah Genk Galau, Shanti dan Anggi. Hehehe...



Hari keberangkatan pun tiba. Tepat Hari Sabtu, saya berangkat sendiri dari Jakarta. Shanti, Anggi dan Sekar menyusul malam harinya.

Hmm, saya deg-degan, bukan karena pertama kalinya ke Singapura tapi karena sendirian terbang. Duh, campur aduk, antara senang dan parno!

Saya juga parno kalau berhadapan dengan imigrasi terutama kalau sendirian. Enggak tahu, kenapa! Mau tidak mau saya harus berani. Dan wuussshh, jadilah terbang sendirian.

Perjalanan selama satu setengah jam menuju Singapura. Saya sibuk mengambil foto. Tergoda juga untuk pesan makanan. Eh, batal gara-gara menunya mengandung pork semua, lagipula pramugari itu melewatkan saya begitu saja tanpa bertanya mau pesan atau tidak.

Tak terasa, sampailah di Singapura tepatnya di Terminal Budget, Changi Airport bukan di Terminal Internasional yang terkenal dengan keindahan bunga-bunga anggrek bewarna ungu.

Terminal Budget memang dikhususkan untuk penerbangan murah meriah dan terpencil dari terminal internasional yang lebih kece itu. Tapi tempatnya enggak murahan, kok, kira-kira mirip Terminal 3 Soekarno-Hatta hanya saja lebih kecil.



Tanpa pikir panjang, saya ingin cepat-cepat menuju Apartemen di Tanjong Pagar. Tapi, kok, enggak ada tanda-tanda MRT, yah?

Ow, rupanya, saya harus naik bis (fider bus) menuju terminal 2, supaya saya bisa naik MRT.

Benar-benar kagum melihat Singapura. Transportasi begitu sangat diperhatikan meski dari terminal khusus penerbangan murah sekalipun.

Terakhir saya ke negeri singa tahun 2007 dan ketika saya kembali tidak banyak yang berubah. Tetap bersih, rapih, teratur. Membuat saya betah!

Apartemen Super Canggih

Dari bandara menuju Tanjong Pagar butuh waktu kira-kira 45 menit. Untung saya dibekali kartu EZ link oleh ibu, jadi tak usah repot-repot membeli tiket MRT.

Setelah duduk manis di MRT, saya langsung mencoba mengaktifkan IM3. Wow, berhasil! Tapi, sayang, pulsa sms ke Jakarta mahal banget, 4 ribu sekali kirim dan pulsa untuk aktifasi bb tidak bisa dipakai.

Begitu sampai di Tanjong Pagar, saya langsung ikuti petunjuk jalan menuju apartemen. Letaknya persis di dalam International Plaza lantai 47.

Wah, enggak percaya, bisa juga travelling sendirian. Saya pun berdiri tepat di kamar yang Anggi telah booking.

Si enci pemilik apartemen segera memberi petunjuk lewat sms. Untuk bisa masuk ke kamar saya harus menekan tombol rahasia yang ada di pintu. Begitu tutup tombol dibuka langsung keluar perintah memasukkan kode.

Keren banget, yak, walaupun apartemennya kelihatan sederhana seperti rumah susun tetep pengamannya pakai tombol. Mungkin kalau di Indnesia sudah tinggal nama, nih, alat.

Begitu dimasukkan kode, pintu tidak mau terbuka! Astagfiruloh, jangan-jangan ke blokir, nih! Mati, deh!

Saya pun panik sambil menekan berulang-ulang kodenya. Tetap tidak berhasil.

Wah, saya sms si enci juga enggak ada balesan. Ahh, jangan-jangan si Anggi ditipu. Ah, sekujur tubuh lemas. Saya duduk kayak orang bego di depan pintu.

Setengah jam kemudian, hape saya bunyi pertanda ada sms. Aaah, si enci minta digetok, deh. Rupanya, dia yang salah kasih kode. Gggrr. Cepat-cepat, saya masukkan kode baru dan yeaay, berhasil.

Saya langsung menuju kamar. Wah, lumayan, kok. Kamarnya bersih, ada AC, dan TV. Satu ruang apartemen ini terdiri dari 4 kamar, satu kamar mandi luar, sebuah dapur yang dilengkapi dengan makanan camilan, free, lho.

Penjual Lebay

Setelah beristirahat sejenak, saya bergegas menuju Lucky Plaza yang ada di daerah Orchard. Hanya dua stasiun atau 15 menit dari Tanjong Pagar. Langsung saya mencari simcard rekomendasi dari Sekar yang judulnya Starhub!

Resah memang kalau BB enggak aktif. Akhirnya, saya beli sekaligus 4 kartu. Harganya masing-masing 25 sing. Untuk mengaktifkan bb selama tiga hari pulsa yang dipakai 15 sing dan sisanya, 10 sing bisa dipakai untuk pulsa sms atau telepon.

1, 2, 3 ting, horeey bb pun aktif. Sambil menunggu simcard yang lain, saya ngobrol dengan penjual yang kelihatannya orang melayu tapi berbicara dalam Bahasa Inggris.

Dia bertanya,"Where do you live?"
Saya jawab,"Ow, in Tanjong Pagar, Intenational Apartement."

"Wats???? Oh, My God!!! Gosh! It's so far, you know," kata si penjual dengan penuh kaget.

Saya pun heran,"Heh??? So far? Its only 15 minute by MRT, you know." Hehehe saya balikin lagi.

"Hei, you can buy simcard Singtel in Tanjong Pagar but there's no Starhub." kata penjual sambil terheran-heran.

"That's way I go to here!" jawab saya cepat.

Hahaha, dalam hati saya mau tertawa ngakak. Lebay, sungguh lebay si penjual.

Gileeee, cuma 15 menit saja dibilang jauh, apa kabar kalau si penjual ini hidup di Jakarta. Bisa mati berdiri dia melihat kemacetan.



Setelah urusan simcard selesai, saya menuju tempat favorit buat makan, lantai dasar Lucky Plaza. Keroncongan bukan main ini perut. Bayangin saja, karena stres mau pergi sendiri, dari pagi saya enggak sempet sarapan.

Mata pun langsung tertuju pada makanan Indonesia. Ayam goreng crispy plus nasi uduk dan sambal, eunaaak tenan! Yah, kalau di Jakarta bisa dapat 10 ribu, di tempat ini kira-kira 5 sing = 35 ribu.

Setelah puas makan, saya segera membeli titipan Ibu, bodyspray Victoria Secreet. Mmm, sudah enggak semurah dulu, yah. Tapi, saya dapat harga yang paling murah yaitu, 18 sing. Langsung saja saya beli 3 botol, hehehe.

Sudah hampir jam 9 malam, saya putuskan kembali ke apartemen. Ini rasanya seperti bukan jam 9 malam. Ramai sekali di Orchard malam minggu. Mereka seperti tak punnya tempat hiburan selain mengunjungi tempat belanja. Kasihan...

Tas saya hilang????? Koper saya di mana????

Serem juga sendirian sampai apartemen. Tidak ada penghuni lain, selain saya. Saya langsung lari ke kamar. Ya, ampuuuuun!!!! Kamar saya terbuka! Sprei berantakan, koper saya raib!

Aah, mau pingsan. Cenat-cenut rasanya. Harta benda yang ada di koper cukup penting. Charger kamera, handycam, aaah. Jangan-jangan perampoknya masih ada di dalam apartemen.




Saya masuk ke kamar satu persatu. Sial, ada kamar yang dikunci. Saya buka lagi kamar yang dipojok kanan. Ah, terbuka! Betapa kagetnya saya. Oh, tidak, itu dia koper saya.



Hahaha, ternyata saya salah kamar. Si enci memindahkan koper saya ke kamar yang benar. Lebih luas, bersih, dan ada kamar mandinya. Yihaa, saya pun berseri-seri lagi. Konyol sekali!



Hampir jam setengah sebelas malam tapi rombongan belum datang juga. Bunyi MRT sampai terdengar ke kamar. Horor! Enggak ada siapa-siapa. Saya putuskan untuk menunggu mereka di bawah, persis di pintu keluar stasiun MRT.

Aaah, lega, akhirnya mereka datang juga! Ahaaa, heboh, deh. Saya sambut kedatangan mereka dengan handycam.

Kelakuan narsis pun langsung terekam. Hehehe, kalau yang ini memang susah dikendalikan. Kami putuskan malam itu tidak hang-out.

Tanjong Pagar ini terasa amat sepi. Meski banyak gedung-gedung bertingkat, tapi jauh dari keramaian seperti di Orchard. Beruntunglah kami ada di sini. Kalau tidak, pasti kami akan kelayapan sampai pagi.



Hari itu pun berakhir di McD. Kami tertegun melihat McD yang penuh dengan remaja-remaja dan orang kantoran.

Mereka bukan sekedar kongkow! Remaja-remaja itu sepertinya mahasiswa dan mereka sibuk belajar. Buku-buku bertaburan di meja. Ada yang sibuk mencatat, menulis, komat-kamit menghapal materi.

Hari itu adalah weekend, di mana orang-orang bersantai tapi di Singapura tidak juga begitu. Orang-orang kantoran pun seperti terlibat dalam meeting serius. Hanya, kami orang Indonesia yang sibuk ketawa-ketiwi sambil memperhatikan perilaku mereka.

Hehehe, tak ketinggalan kami pun tetap bergosip melihat penampilan mereka yang memang mirip alay kalau di Indonesia.

Rambut dicat warna-warni dengan belahan ala Justin Bieber. Bedanya, mereka putih dan terlihat terdidik. Nah, kalau di Indonesia? Simpulkan saja sendiri, wwkwkwkwkwkw.

Begitulah malam pertama di Tanjong Pagar. Masiha ada tiga hari lagi untuk menikmati Singapura. Tunggu cerita selanjutnya, di hari kedua, yah!