Akulah Si Sophis!

Senin, 06 Juni 2011

Proses Pertemuan dengan Jarjit

Salam...Acha...Acha...Nehi...Nehi

Yah, bagi yang sudah membaca sebelumnya tentu masih ingat, kalau di keluarga saya ada orang baru, yaitu om Jarjit. Kali ini saya akan sedikit bercerita tentang pertemuan yang menjodohkan tante saya dengan Om Jarjit.

Tante saya yang satu ini memang sudah berumur. Yah, seharusnya di usia seperti ini, kalau ia sudah berkeluarga mungkin anaknya sudah duduk di kelas 4, 5 atau 6 SD. Entah kenapa, pada akhirnya baru sekarang menikah dan menurut saya inilah pernikahan yang penuh sensasi, sederhana, dan seperti kilat!

Keputusan mengejutkan itu akhirnya datang menjelang akhir Mei 2011. Tiba-tiba saja, tante saya menghadap ibu untuk mengutarakan keinginannya, MENIKAH. Tak ada yang aneh, dong, kalau perempuan menikah? Betul, tapi yang mengejutkan, bagaimana ia mendapatkan jodoh itu dan seperti apa rupanya yang ia sendiri belum pernah lihat.

Jumat, 03 Juni 2011

Welcome to Jarjit!!!

Eheeem...uhuk...uhuk

Duh, saya pusing! Saya kualat! Eymmm, bagaimana, yah, saya harus memulainya? Okey, jadi begini saudara-saudara. Memang benar sepertinya pepatah yang mangatakan semakin sering kita mengejek orang itu, semakin dekat pula kita dengan orang itu.

Yah, semenjak dari Bali dan cerita dari bos teman saya, Meida, istilah Jarjit semakin marak di kalangan kami. Apalagi kalau bukan membicarakan orang India. Hehehe, istilah ini saya ambil dari tokoh kartun yang ada di film Upin & Ipin, yaitu Jarjit. Sejak itu, kata-kata Jarjit selalu kami gunakan.

Mmm, pandangan saya tentang orang India memang lebih banyak sisi minus. Pandangan itu kian bertambah kuat setelah mendengar cerita dari Meida. Aduh, kebayang enggak, sih, kalau Jarjit itu pelitnya tingkat dewa. Masa, untuk anaknya yang masih orok enggak mau beliin ember khusus untuk mandi. Malah, anak itu dimandikan di bak cuci piring. Yassalam...

Yah, pokoknya, intinya, Jarjit yang saya tahu begitu.

Enggak lama, saya dapat berita mengejutkan!!!

Rabu, 01 Juni 2011

Tidur Manis

Secerca cahaya masuk
Aku diam tak bergerak
Tak mau kulihat cahaya itu
Sinar itu akan mengantar pada sebuah jalan

Tapi aku menunduk
Kepalaku tak mengadah

Sedikitpun urat-urat ini tak bergeser
Patah terus tertunduk



Semakin lama semakin tertunduk
Hingga akhirnya aku tak tahu
Tak mampu lagi meraih cahaya itu

Aku telah memilih untuk diam
Dan tidur manis dengan selimut kegelapan
yang mengantarku pada sebuah jalan buntu
Selamat datang, Wahai Malaikat Izrail....