Akulah Si Sophis!

Minggu, 26 Desember 2010

Ditilang? Baca Petunjuk Ini!

Siapa, sih yang mau kena tilang? Dengan tegas saya jawab TIDAK! Ahaha, kecuali kalau Anda memang kepengen nyoba-nyoba, yah, silahkan atuh!

Gara-gara pengalaman kena tilang, saya jadi punya tips khusus, nih terutama bagi para reporter yang lagi buru-buru liputan eh kena tilang.

Ini, dia tipsnya:

Kalungin Id pers saat menuju tempat liputan

Begitu polisi mengeluarkan sinyal-sinyal penting untuk menilang, kita harus segera memakai id pers. Hehe, ini penting, buat backupan sementara, lho. Jangan langsung sebut nama media kita. Tunggu polisi bertanya, "Mau ke mana?" kita jawab, "Maaf, Pak mau liputan, saya dari XXXXX buru-buru, nih, pak."

Perhatiin, deh, pasti mata si polisi langsung menuju ke id pers dan mukanya sedikit berubah. Hihihi.

Mengaku salah, katakan MAAF!

Hmm, ingat, yah, katakan MAAF sambil tersenyum lebar jika memang kita sebagai pengemudi salah! Keep cool! Santai, jangan emosi! Polisi paling enggak suka kalau kita langsung nyolot.

Biasanya, kalau polisi ini ketakutan dia akan langsung membiarkan kita pergi. Tapi, sebelumnya tentu dia akan membentak-bentak dan mengomeli kita. Cuekin ajah! Itu cuma gertak sambel!

Hmm, kalau ini polisi tetep minta duit, ikutin lagi tips berikutnya!

Sembunyikan uang di dompet

Nah, kalau polisi itu mengajak kita turun dari mobil, segera KOSONGKAN duit Anda! Sisakanlah sebanyak yang Anda mau. Cukup 20 atau 50 ribu misalnya. Jangan terlalu sedikit juga, ketahuan rekayasa, dong.

Mengosongkan duit berguna jika kita kalah bernegosiasi kemudian Pak Polisi minta 'pesangon'. Nah, kita bisa berdalih, "Maaf pak, saya cuma punya uang segini!" Hehehe...Pasanglah muka memelas seperti orang meminta-minta.

Bersandiwara seperti pemain Teater

Nah, buat Anda yang bepergian dengan keluarga bukan tugas liputan terus kena tilang, saran saya, pandai-pandai berakting. Seperti pengalaman teman saya, kalau Anda diajak turun ke mobil berpura-puralah Anda menjadi supir yang sedang membawa majikan bertamasya. Hehehe... Bilang juga belum gajian, majikan pelit!

Mudah-mudahan bisa dapet diskonan denda tilang seperti yang dialami adik teman saya.

Masih belum ampuh juga? Saran saya selanjutnya, enggak usah nyetir sendiri, deh! Pake angkot saja, hahaha... Selamat mencoba

by: Annisa Sophis, Miss Anchor

Cerita Lucu Dibalik Tilang Menilang

Aaah, akhirnya ada kisah selain cinta-cintaan yang bisa saya tulis. Bosen juga sudah beberapa kali kisah-kisah sinetron, cengeng-cengengan, yah, namanya juga hidup. Ahaaay!

Menjadi reporter itu memang banyak kelebihannya! Saya lebih suka menyebut diri saya reporter karena sebutan wartawan menurut saya lebih cocok untuk media seperti koran. Sepertinya, mereka itu bisa disebut pengejar berita sejati!

Pagi-pagi di hari Natal, 25 Desember 2010, saya harus melaksanakan tugas liputan di Taman Buah Mekarsari, Cileungsi, Bogor. Tapi, rupanya panitia menyediakan mobil jemputan yang di parkir di RS UKI, Cawang yang berangkat jam 8 pagi.

Nah, akhirnya, saya diantar oleh babe pagi-pagi menuju RS UKI. Kami bedua sama-sama tidak akrab dengan daerah itu. Jalanan di perempatan Cawang bawah itu membuat kami pusing memilih. Kami datang dari arah Kuningan lurus terus tahu-tahu sudah sampai di perempatan Cawang.

Kami mengambil jalur ke kanan. Tapi, kok aneh, tidak ada mobil yang mengikuti kami dan tidak ada rambu-rambu lagi seperti lampu merah. Ragu-ragu, deh! Akhirnya, saya putuskan, "Udah, kanan aja, deh," Babe pun mengikuti apa yang saya katakan.

Dari kejauhan saya melihat ada seorang polisi, hmm kayaknya bakal kena tilang, nih. Nah, bener!!! Mobil kami pun diSTOP! Waduuh, salah jalan, nih. Terburu-buru saya ambil Id card pers sambil ngomong ke babe, "Bilang mau anter anak liputan dari media ..........."

Yak, dan, "Selamat pagi, pak, wah, bapak salah jalan, enggak boleh lewat situ, pak. Itu khusus buat busway," kata Pak Polisi sambil senyum merekah (mungkin doi senang bakal dapat 'sarapan pagi' kali ye? :p)

"Boleh lihat sim dan STNK, pak?" kata polisi itu.

Langsung, babe memberikan balasan, "Waduh, maaf, ya, Pak. Kami buru-buru mau antar anak liputan, kebetulan jarang lewat sini, Pak. Enggak tahu jalan, nih. Anak saya wartawan XXXXXXXXX mau liputan di RS UKI, pak."

Begitu mendengar sebutan wartawan dan media, pak polisi itu menatap id pers yang saya kenakan. "Ting...ting, hahaha muka si polisi tetap senyum tapi malu-malu gimana gitu," ujar saya dalam hati.

Saya juga tetap berusaha bermanis-manis ria di depan Pak Polisi, "Maaf, ya, pak, kami benar-benar bingung. Sebenarnya, yang benar lewat jalur sebelah mana, yah, Pak?"

"Harusnya, enggak boleh belok kanan, belok kiri terus nanti putar balik," kata Pak Polisi masih dengan ramah dan senyum terhangat yang pernah saya lihat, hehehe.

Tak lama kemudian, setelah dia memeriksa SIM dan STNK, dia justru mengembalikan itu pada bapak saya,"Yah, sudah, lain kali jangan lewat jalur itu lagi, yah"

Wah, saya senang, nih, yeaaay berhasil tanpa harus pakai adu otot dan diplomasi. Sebenarnya memang kami yang salah, sih, tapi kan kalo bisa dibebasin lebih enak, hehe.

Pas, polisi lagi ngembaliin STNK, eh babe udah keburu ngeluarin dompet! Hadeeeeh, si babe ini merusak suasana, dah! Jadi bingung, kan, nih. Jangan-jangan si babe mau kasih 50 ribu! Entah kenapa karena buru-buru, akhirnya yang keluar malah 20 ribu, hahaha, dikasihlah untuk Pak Polisi. Sambil mengucapkan, "Maaf, ya, Pak" Polisi menjawab,"Sama-sama pak, maaf juga sudah mengganggu pagi-pagi"

"Oh, iya, Pak kalau mau ke RS UKI sudah deket, tinggal lurus terus puter balik di depan sana," kata Pak Polisi lagi sambil melebarkan senyum lagi.

Dan kami pun melengos sambil tertawa-tawa. Sebenarnya, Polisi itu enggak minta duit, sih, cuma babe saya ini agak panikan dan terlanjur ngeluarin dompet, ya sudah dikasihlah.

Selidik punya selidik, ternyata memang perempatan Cawang bawah itu jebakan komeng alias sasaran empuk buat ditilang! Karena banyak pengemudi yang bakal bingung kalau jarang ke daerah ini.

Nih, saya dapat infonya dari

Kebanyakan, pengemudi motor atau mobil akan langsung belok kanan karena memang terlihat tidak ada larangan, hehehe. Hati-hati, yah, kalau ke daerah ini.

Yah, satu lagi, saya enggak bermaksud menggunakan id pers untuk memanfaatkan kesempatan menang dalam tilang menilang, tapi apa yang saya katakan jujur, memang benar mau liputan, hehehe.

Saran saya, kalau sedang liputan dan tiba-tiba kena tilang, yah, jujur saja bilang mau liputan. Tetap kenakan id tentunya hehehe. Kalungkanlah di leher! Tinggal proses mediasi dan sedikit sepak-sepik saja, mudah-mudahan lolos tanpa keluar duit! :p

Oh, tetep, yah, kalau kita salah, yah memang kita harus mengakui salah. Jangan lupa perbanyak kata "MAAF" untuk menghaluskan sang penjaga lalu lintas. Adakalanya, ketemu polisi yang galak, lalu dia akan memarahi kita. Dengarkan saja dulu, sambil mengangguk-angguk dan bilang, "Iya, pak, maaf, ya, pak, "

Kalau memang kita sedang bernasib baik, dia cuma bawel dan nyerocos panjang lebar sambil memperhatikan id yang kita pakai. Idiiiih, lirikan maut pak polisi! Habis itu, dia akan bilang, "Ya, sudah sana jalan. Hati-hati lain kali" Inilah kejadian tilang menilang yang pernah saya alami selama menjadi reporter. Dua kali kena tilang dan alhamdulillah masih lolos.

Cerita tilang-menilang memang tak ada habisnya dan ada-ada saja! Kebetulan, saya curhat sama teman sesama media setelah kasus penilangan yang menimpa saya itu. Tentu, saja kami tertawa cekikikan melihat ekspresi Pak Polisi yang berubah setelah tahu yang ditilang adalah kuli tinta.

Tapi, ada juga, nih cerita seru dari teman saya. Beberapa waktu yang lalu dia pergi bersama keluarga dan adiknya. Singkat kata, dia salah jalan di daerah Moestopo. Widiih, polisinya ganas-ganas, tuh, tanpa ampun, deh!

Nah, ditilanglah dan yang menyetir adalah adik teman saya. Begitu ditilang, apa reaksi anda pertama kali? Panik? Yup, itu biasa terjadi apalagi kalo enggak biasa berhadapan dengan polisi.

Si polisi langsung minta STNK dan SIM! Celakanya, SIM pun ketinggalan. Ya, sudah langsung bersemangatlah ini polisi mengadili!

Setelah itu biasalah, terjadi transaksi kecil. Adik teman saya itu disuruh turun dan bernegosiasi, hahay. Untung, adik teman saya, ini sempat berpikir sedetik. Sebelum turun dari mobil, ia mengeluarkan semua isi uang, dan hanya ada 50 ribu di dompetnya.

Wow, sudah pakai kata maaf dan mengaku salah, belum ampuh juga, nih! Tahu-tahu, Pak Polisi ini langsung berkata, "Ya udah, sini, 150 ribu aja!" Wedeeeeh Paak, mahal boneng!

Tiba-tiba adik teman saya ini, langsung berkata,"Yah, ya udah deh, pak. Ini STNKnya, diambil ajah, nanti saya ambil di XXXXXXX (menyebut salah satu ornag berpengaruh di polisi)"

Apa yang terjadi? Pak Polisi ini langsung berubah akrab tapi tetep galak, sih. "Oh, situ kenal sama XXXXXXX. Bilang dong dari tadi."

"Yah, pak, saya, kan enggak enak, mau bilang. Entar dikiranya saya mau manfaatin," kata adik teman saya sambil sok-sok polos.

"Lagian, saya enggak punya duit, nih, pak. Nih, lihat, di dompet saya cuma ada 50 ribu. Saya belum gajian, Pak. Nih, saya lagi antar majikan tuh di dalam mobil!" kata adik teman saya lagi sambil menunjukkan isi dompet. (Pinter juga sandiwaranyanya, yah, ngaku-ngaku jadi supir, hahaha)

Yah, yang namanya polisi galak memang susah kalau enggak kenal duit. Tetep si polisi itu berkata, "Ya, sudah, sini saya kasih diskon jadi 50 rebu."

Yah, nasib, hahaha tapi mendingan lah daripada 150 ribu, ya, kan? Akhirnya, dikasihlah uang selembaran berwarna biru itu. Begitu sampai di mobil, adik teman saya ini langsung cerita sambil ketawa ngakak, "Huahahaha, tadi gue ngakunya supir lagi antar majikan." Ketawanya pun disambut dengan tawa penumpang di mobil itu. Ide yang cemerlang juga!

Lucu-lucu dan bikin heran mendengar kisah tilang menilang. Intinya, stay cool, jangan panik, dan pandai-pandailah Anda bersandiwara, hehehe. Yah, kalau memang lagi apes dan polisi tak mau bernegosiasi siap-siap menggocek isi dompet. Kalau enggak rela juga ya, silahkan mengikuti rangkaian persidangan.

Hmm, gimana,mau nyoba bertualang kena tilang dan lihat reaksi si Pak Polisi? Atau mau cari aman saja?

Sabtu, 25 Desember 2010

Matikan Hape Saat Bercinta!!!

Hahaha, peringatan bagi yang suka menggebet sana-sini, punya selingkuhan apalagi! Matikan hape saat Anda bercinta dengan kekasih. Kalau tidak, masa klimaks bisa jadi antiklimaks dalam sekejap! Anda bisa mengikuti jejak sahabat saya.

Lama sekali tak bertemu sahabat saya yang satu ini. Sebut saja, namanya, Angel. Haus rasanya ingin bergosip sana-sini. Gatel mulut kami berkomat-kamit! Segudang cerita sudah sampai di ujung mulut, siap untuk dimuntahkan.

Waaah, seperti letusan Merapi, wedus gembel terus menerus keluar, begitu juga dengan perbincangan kami yang tak pernah terhenti sedikit pun.

Dan keluarlah cerita konyol! Tanpa rem dan blak-blakan, ia ceplas-ceplos. "Anjrit, kebayang enggak, loe? Lagi enak-enaknya begituan, eh tahu-tahu ada bunyi sms di hape pacar."

Bunyi itu enggak berhenti-henti sampai akhirnya, Angel penasaran dan meraih hape dan membacanya! Upss, badan sudah dibasahi keringat karena bersemangat bercinta eh dia nge-drop gara-gara baca sms!

"Langsung lah, Nis, gue balik badan, pindah posisi. Lemes dan bete! Asal loe tahu saja, gue langsung ngambil rokok duduk nongkrong di sofa depan tivi dengan pakaian beha dan cd doank," cerita Angel yang justru membuat saya terpingkal-pingkal mendengarnya.

Enggak kebayang, nongkrong di depan tivi cuma pakaian dalam sambil merokok. Birahi sudah lenyap, begitu menurutnya. Alamaak!!!

Sms itu dari sang mantan dengan nada-nada mesra. Aiiih, ada-ada saja! Sumpah, saya tertawa mendengar kisahnya itu!

Saya masih membayangkan dia ngerokok hanya dengan pakaian minim ditambah rasa nanggung yang jauh dari klimaks.

Pelajaran:

Buat yang suka selingkuh, matikan hape dulu, yah sebelum bercinta! Kalau tidak, jangan salahkan tiba-tiba selingkuhan, mantan atau gebetan menelpon dan merusak acara bercinta.

Pelajaran yang kedua, adegan ini terserah Anda menafsirkannya apa. Boleh ditiru atau tidak? Terserah! Yah, kalau Anda suka sama suka, mau sama mau, tanggung saja resikonya. Hehehe...

Jumat, 24 Desember 2010

Everyone Is Precious

Suatu malam, perayaan Hari Ibu menjadi sesuatu yang sangat berbeda dan membuat saya meledak-ledak.

Intinya, sih, kecewa! Lagi-lagi, deh, saya enggak tahu mau meluapkan emosi ke mana. Sepertinya, ditelan bulat-bulat jadi solusi paling ampuh dan setelah itu saya menjadi gila sesaat.

Aha, untung saja, kali ini Tuhan enggak membiarkan saya gila sesaat. Saya menemukan seorang sahabat. Hmm, anehnya, saya baru beberapa kali ketemu dia. Tapi, saya yakin inilah orang yang tepat dan akurat! Hahaha...

Kalau melihat orang ini, saya seperti mengaca. Semuanya kembali memberikan pantulan! Apa yang dirasakannya yah itulah yang saya rasakan.

Satu demi satu, saya uraikan masalah saya. Persis, seperti orang yang sedang memecahkan persoalan ujian. Penuh hati-hati saya berbicara.

Saya sadar betul, saya punya masalah dan penyebab utamanya adalah diri saya sendiri. Dan dia sangat mengerti itu! Nasehat-nasehat yang diberkan pun klop!

Singkat kata, selesailah kami saling memberi semangat. Sampai akhirnya saya tahu, ternyata sahabat saya ini punya masalah yang lebih dahsyat! Kalau saya jadi dia, mungkin saya sudah gila di jalan lengkap tanpa busana.

Jadilah malam itu, saya tertarik mendengarkan kisah pilu dari seorang sahabat. Saya pikir, malam itu saya makhluk paling madesu. Ya, ampun ternyata salah besar! Saya harus bersyukur.

Sahabat ini korban cinta buta berkacamata kuda tak ada bedanya dengan saya yang juga bodoh dan suka mendewakan orang yang salah di atas segalanya. Inilah cinta, hahaha, konyol!

Dia (sahabat saya) punya kekasih hati yang sangat amat dicintai. Sayang, dia mencintai penuh ikhlas dan tulus pada orang yang cintanya tak sebesar yang ia berikan.

Semua diberikan untuk sang kekasih. Apapun itu! Masukan dari sahabat, orang terdekat tak dihiraukan sama sekali. Pokoknya, di dunia ini cuma si abang sayang yang paling dia sayang dan segala-segalanya untuknya. Mirip sinetron, kan? Tapi ini kisah nyata, lho.

Sampai akhirnya, kebobolanlah ini sahabat saya. Panik? Oh, tentu saja! Karena hasilnya adalah 'bertambah satu'. Bingung, pikir-pikir, godaan setan pun lewat. Sementara si abang tak tahu menahu tentang kabar kekasihnya. Kelakuan si abang mulai berubah. Malah gebet sana-sini. Lirak-lirik, kanan kiri. Duuh, Tuhan! Kesel saya mendengarnya! Emosi jiwa.

Sahabat saya ini sengaja tidak memberikan kabar yang seharusnya bahagia itu pada si abang. Karena stres tingkat tinggi, obat tidur menjadi pilihan sementara untuk keluar dari masalah, untuk bisa tidur, bisa istirahat tiap malam.

Dia lupa, obat tidur punya efek buruk buat penghuni baru di dalam rahim. Hilang dan lenyaplah penghuni itu! Menyesal tiada tara...

Hmm, tapi masalah belum selesai. Dia kembali lagi sama abang. Entah apa yang membuatnya kembali. Mungkin, si abang berhasil membuatnya klepek-klepek lagi dengan berbagai bujuk rayu. Jatuhlah, lagi kepangkuannya. Seperti jebakan komeng, bukan?

Sebenarnya, dia tidak benar-benar bahagia bersama abang. Hanya saja cintanya begitu dalam seperti lautan kata orang-orang. Karena toh, si abang tidak berubah! Ia hanya berharap suatu saat si abang berubah. Sebenarnya, sahabat saya selalu mengeluhkan kelakuan si abang tapi ya, itu, namanya juga cinta buta! Hajar terus!!!

'Gawang kembali kebobolan!!!' Dan, hasilnya pun positif! Frustasi lagi,lah. Kali ini, dia mencoba bunuh diri. Aneh, kebal, lho!!! Siletan demi siletan yang dalamn digoreskan di salah satu tangannya. Darah mengucur tapi hanya sedikit. Enggak jadi mati!

Tak tahan, ia pun nyerah! Ia putuskan untuk mempertahankan dan mempertanggungjawabkan segalanya sendiri! Mana si abang? Dia tak tahu dan sibuk dengan orang lain lagi. Sahabat saya pun enggan memberitahunya karena memang si abang tidak berubah. Lebih baik, ia bertahan sendiri.

Tapi, akhirnya, sahabat saya ini berterus terang. Tahu apa jawaban dari si abang dan keluarganya? Si abang belum siap nikah karena masih kuliah. Bahkan keluarganya pun menginjinkan mereka menikah tapi setelah sahabat saya ini selesai kuliah. Dan satu lagi, keluarganya hanya mengingatkan sahabat saya untuk menjaga baik-baik kandungannya dan minum jamu. Sudah itu, saja.

Memang, sih, si abang agak berubah jadi lebih perhatian. Tapi, itu juga enggak bertahan lama. Karena tidak yakin, sahabat saya ini sudah pasrah untuk merawat anak itu sendirian. Tak peduli nanti cemohan dan cacian dari orang lain. Namun, ia belum berani memberitahu keluarganya sendiri. Hanya keluarga si abang yang tahu.

Saya terbayang betapa beratnya hidup baginya. Gilaaaa, saya akan gila kalau menjadi dia. Saya akan ngumpet dan bertapa di gunung! Enggak mau muncul ke bumi, hidup di alam lain saja! Mungkin bertapa menjadi pengganti mbah Marijan bisa jadi saya pilih, hehehe...

Kembali lagi, ke cerita ini. Tekad sahabat saya sudah buleet banget! Enggak ada putus-putusnya untuk bertahan. Ternyata Tuhan berkata lain. Ia kecelakaan. Pendarahan pun terjadi. Edan!!! Pendarahan itu terjadi di toilet umum!!!

Setetes demi setetes darah keluar tanpa henti. Lagi-lagi enggak ada orang yang tahu. Bayangkan di tempat umum dia kesakitan sendirian, di toilet pula selama berjam-jam! Dia berusaha kuat, tidak mau jadi pemberitaan konyol. Akhirnya, ia kuat, tertatih-tatih menjalankan hidup. Ia simpan sendiri!

Selama tiga hari, pendarahan terus terjadi. Sprei pun penuh darah. Lagi-lagi, ia harus mencuci sendiri supaya orang tuanya tak tahu. Sendiri dan semua sendiri! Pergi ke dokter juga begitu. Ughh, rumit! Saya tercengang! Oh, my God!

Sedih rasanya, kata dia kalau mengingat kejadian itu. Di saat ingin mempertahankan, Tuhan tak mengijinkan. Rasa bersalah apalagi dengan sang Ibu membuat ia menyesal yang mungkin memang telat untuk disesali. Ia tak punya keberanian sedikit pun untuk menceritakan masalahnya itu kepada ibu. Pada akhirnya, ia hanya SENDIRI dan SENDIRI!

Tanpa bermaksud menjelek-jelekan sahabat saya ini, saya hanya ingin berbagi kisah. Kisah yang membuat siapapun yang membacanya melek, jangan pernah terlalu sayang dengan orang lain kecuali keluarga dan sang Ibu tentunya. Beruntung, saya tidak terjerumus dalam kisah yang jauh lebih rumit seperti sahabat saya ini.

Saya bersyukur karena telah mendengar kisah ini. Bersyukur dalam-dalam berterima kasih lagi dan lagi untuk sahabat saya dan Tuhan yang menampar saya.

Saya dan sahabat telah memilih orang yang kami cintai tapi mereka tidak sebaliknya. Jadi, jika sesuatu terjadi dan itu mengecewakan jangan salahkan dia. Itu pilihan karena memilih orang yang seperti itu. Mereka tidak sepenuhnya salah karena kita yang telah memilih sudah tahu karakter awal mereka seperti apa. Terimalah jika para abang itu meninggalkan kekasihnya hanya untuk orang lain.

Mungkin, kita memang tak berharga di mata mereka. Tapi itu salah besar!!! Karena Tuhan selalu menciptakan manusia itu sebagai makhluk yang berharga hanya saja kita tak menyadarinya. Kita berada di lingkungan yang tak menghargai diri kita sendiri.

Sampai kapan pun jika kita berada di tempat seperti itu, kita akan tetap tak berharga! Saya yakin itu! Yah, bahagia itu pilihan.

Damaikan hati dan pikiran. Rasakan sendiri, apa yang bisa membuat kita bahagia jangan bohongi diri sendiri lagi sebab Anda bisa gila dan mati pelan-pelan karena pikiran sesak. Padahal dunia itu indah. Indah jika segala sesuatunya sejalan dan tepat.

Semoga yang cintanya buta dan berkacamata kuda bisa memahaminya. Terima kasih sahabatku...