Suatu malam, perayaan Hari Ibu menjadi sesuatu yang sangat berbeda dan membuat saya meledak-ledak.
Intinya, sih, kecewa! Lagi-lagi, deh, saya enggak tahu mau meluapkan emosi ke mana. Sepertinya, ditelan bulat-bulat jadi solusi paling ampuh dan setelah itu saya menjadi gila sesaat.
Aha, untung saja, kali ini Tuhan enggak membiarkan saya gila sesaat. Saya menemukan seorang sahabat. Hmm, anehnya, saya baru beberapa kali ketemu dia. Tapi, saya yakin inilah orang yang tepat dan akurat! Hahaha...
Kalau melihat orang ini, saya seperti mengaca. Semuanya kembali memberikan pantulan! Apa yang dirasakannya yah itulah yang saya rasakan.
Satu demi satu, saya uraikan masalah saya. Persis, seperti orang yang sedang memecahkan persoalan ujian. Penuh hati-hati saya berbicara.
Saya sadar betul, saya punya masalah dan penyebab utamanya adalah diri saya sendiri. Dan dia sangat mengerti itu! Nasehat-nasehat yang diberkan pun klop!
Singkat kata, selesailah kami saling memberi semangat. Sampai akhirnya saya tahu, ternyata sahabat saya ini punya masalah yang lebih dahsyat! Kalau saya jadi dia, mungkin saya sudah gila di jalan lengkap tanpa busana.
Jadilah malam itu, saya tertarik mendengarkan kisah pilu dari seorang sahabat. Saya pikir, malam itu saya makhluk paling madesu. Ya, ampun ternyata salah besar! Saya harus bersyukur.
Sahabat ini korban cinta buta berkacamata kuda tak ada bedanya dengan saya yang juga bodoh dan suka mendewakan orang yang salah di atas segalanya. Inilah cinta, hahaha, konyol!
Dia (sahabat saya) punya kekasih hati yang sangat amat dicintai. Sayang, dia mencintai penuh ikhlas dan tulus pada orang yang cintanya tak sebesar yang ia berikan.
Semua diberikan untuk sang kekasih. Apapun itu! Masukan dari sahabat, orang terdekat tak dihiraukan sama sekali. Pokoknya, di dunia ini cuma si abang sayang yang paling dia sayang dan segala-segalanya untuknya. Mirip sinetron, kan? Tapi ini kisah nyata, lho.
Sampai akhirnya, kebobolanlah ini sahabat saya. Panik? Oh, tentu saja! Karena hasilnya adalah 'bertambah satu'. Bingung, pikir-pikir, godaan setan pun lewat. Sementara si abang tak tahu menahu tentang kabar kekasihnya. Kelakuan si abang mulai berubah. Malah gebet sana-sini. Lirak-lirik, kanan kiri. Duuh, Tuhan! Kesel saya mendengarnya! Emosi jiwa.
Sahabat saya ini sengaja tidak memberikan kabar yang seharusnya bahagia itu pada si abang. Karena stres tingkat tinggi, obat tidur menjadi pilihan sementara untuk keluar dari masalah, untuk bisa tidur, bisa istirahat tiap malam.
Dia lupa, obat tidur punya efek buruk buat penghuni baru di dalam rahim. Hilang dan lenyaplah penghuni itu! Menyesal tiada tara...
Hmm, tapi masalah belum selesai. Dia kembali lagi sama abang. Entah apa yang membuatnya kembali. Mungkin, si abang berhasil membuatnya klepek-klepek lagi dengan berbagai bujuk rayu. Jatuhlah, lagi kepangkuannya. Seperti jebakan komeng, bukan?
Sebenarnya, dia tidak benar-benar bahagia bersama abang. Hanya saja cintanya begitu dalam seperti lautan kata orang-orang. Karena toh, si abang tidak berubah! Ia hanya berharap suatu saat si abang berubah. Sebenarnya, sahabat saya selalu mengeluhkan kelakuan si abang tapi ya, itu, namanya juga cinta buta! Hajar terus!!!
'Gawang kembali kebobolan!!!' Dan, hasilnya pun positif! Frustasi lagi,lah. Kali ini, dia mencoba bunuh diri. Aneh, kebal, lho!!! Siletan demi siletan yang dalamn digoreskan di salah satu tangannya. Darah mengucur tapi hanya sedikit. Enggak jadi mati!
Tak tahan, ia pun nyerah! Ia putuskan untuk mempertahankan dan mempertanggungjawabkan segalanya sendiri! Mana si abang? Dia tak tahu dan sibuk dengan orang lain lagi. Sahabat saya pun enggan memberitahunya karena memang si abang tidak berubah. Lebih baik, ia bertahan sendiri.
Tapi, akhirnya, sahabat saya ini berterus terang. Tahu apa jawaban dari si abang dan keluarganya? Si abang belum siap nikah karena masih kuliah. Bahkan keluarganya pun menginjinkan mereka menikah tapi setelah sahabat saya ini selesai kuliah. Dan satu lagi, keluarganya hanya mengingatkan sahabat saya untuk menjaga baik-baik kandungannya dan minum jamu. Sudah itu, saja.
Memang, sih, si abang agak berubah jadi lebih perhatian. Tapi, itu juga enggak bertahan lama. Karena tidak yakin, sahabat saya ini sudah pasrah untuk merawat anak itu sendirian. Tak peduli nanti cemohan dan cacian dari orang lain. Namun, ia belum berani memberitahu keluarganya sendiri. Hanya keluarga si abang yang tahu.
Saya terbayang betapa beratnya hidup baginya. Gilaaaa, saya akan gila kalau menjadi dia. Saya akan ngumpet dan bertapa di gunung! Enggak mau muncul ke bumi, hidup di alam lain saja! Mungkin bertapa menjadi pengganti mbah Marijan bisa jadi saya pilih, hehehe...
Kembali lagi, ke cerita ini. Tekad sahabat saya sudah buleet banget! Enggak ada putus-putusnya untuk bertahan. Ternyata Tuhan berkata lain. Ia kecelakaan. Pendarahan pun terjadi. Edan!!! Pendarahan itu terjadi di toilet umum!!!
Setetes demi setetes darah keluar tanpa henti. Lagi-lagi enggak ada orang yang tahu. Bayangkan di tempat umum dia kesakitan sendirian, di toilet pula selama berjam-jam! Dia berusaha kuat, tidak mau jadi pemberitaan konyol. Akhirnya, ia kuat, tertatih-tatih menjalankan hidup. Ia simpan sendiri!
Selama tiga hari, pendarahan terus terjadi. Sprei pun penuh darah. Lagi-lagi, ia harus mencuci sendiri supaya orang tuanya tak tahu. Sendiri dan semua sendiri! Pergi ke dokter juga begitu. Ughh, rumit! Saya tercengang! Oh, my God!
Sedih rasanya, kata dia kalau mengingat kejadian itu. Di saat ingin mempertahankan, Tuhan tak mengijinkan. Rasa bersalah apalagi dengan sang Ibu membuat ia menyesal yang mungkin memang telat untuk disesali. Ia tak punya keberanian sedikit pun untuk menceritakan masalahnya itu kepada ibu. Pada akhirnya, ia hanya SENDIRI dan SENDIRI!
Tanpa bermaksud menjelek-jelekan sahabat saya ini, saya hanya ingin berbagi kisah. Kisah yang membuat siapapun yang membacanya melek, jangan pernah terlalu sayang dengan orang lain kecuali keluarga dan sang Ibu tentunya. Beruntung, saya tidak terjerumus dalam kisah yang jauh lebih rumit seperti sahabat saya ini.
Saya bersyukur karena telah mendengar kisah ini. Bersyukur dalam-dalam berterima kasih lagi dan lagi untuk sahabat saya dan Tuhan yang menampar saya.
Saya dan sahabat telah memilih orang yang kami cintai tapi mereka tidak sebaliknya. Jadi, jika sesuatu terjadi dan itu mengecewakan jangan salahkan dia. Itu pilihan karena memilih orang yang seperti itu. Mereka tidak sepenuhnya salah karena kita yang telah memilih sudah tahu karakter awal mereka seperti apa. Terimalah jika para abang itu meninggalkan kekasihnya hanya untuk orang lain.
Mungkin, kita memang tak berharga di mata mereka. Tapi itu salah besar!!! Karena Tuhan selalu menciptakan manusia itu sebagai makhluk yang berharga hanya saja kita tak menyadarinya. Kita berada di lingkungan yang tak menghargai diri kita sendiri.
Sampai kapan pun jika kita berada di tempat seperti itu, kita akan tetap tak berharga! Saya yakin itu! Yah, bahagia itu pilihan.
Damaikan hati dan pikiran. Rasakan sendiri, apa yang bisa membuat kita bahagia jangan bohongi diri sendiri lagi sebab Anda bisa gila dan mati pelan-pelan karena pikiran sesak. Padahal dunia itu indah. Indah jika segala sesuatunya sejalan dan tepat.
Semoga yang cintanya buta dan berkacamata kuda bisa memahaminya. Terima kasih sahabatku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar